بسم الله الرحمن الرحيم
Melayuku di kala ini
di kampung dan di kota
sedang bersengketa mereka.
Berpecah dua dan tiga
Tidak lagi sekata.
Tidak nampak Melayuku ini
pada bara yang pantas menjadi unggun menunggu membakar mereka!
Mari Melayuku kita ke kota:
Melihat gedung jualan, dan
bangunan menyergam
kita pun berasa megah.
Kita pun menjadi jaguh
pada cakap dan pandang.
Yang menyergam itu bukan kita pemiliknya!
Mega pun mendung di langit kita
bumi dipijak rekah tanahnya.
Ombak mengganas di laut luas angin bertiup mati punca.
Di timur matahari tidak bersinar di barat cepat terbenam.
Di utara taufan melanda
di selatan api terpadam.
Kita pun memakai kelubung suram gelap pekat warnanya hitam.
Ini warkah durja.
Kutulis di tepian sumur air mataku yang masih boleh mengalir.
Kutulis dengan hati luluh
mengenang bangsaku.
Siapa!
Siapa berani meniup angin mengalihkan mendung mematikan taufan, menenangkan ombak,
membawa matahari kembali bercahaya,
menyuburkan bumi,
menyalakan api pelita?
Mari Melayuku kita fikirkan:
Apakah lima puluh tahun nanti di tanah pusaka turun temurun kita ini
kita masih jadi tuannya?
Mari kita fikirkan
cara memadamkan bara
yang kian mengunggun
Menanti membakar kita!
Kalau nanti orang bertanya
mengapa begini Melayu kita?
Katakan, itulah bangsa kita
yang bersengketa
mengambil mudah
dan pelupa.
DATUK PROFESOR
DR. HASHIM YAACOB
Petaling Jaya
Petaling Jaya
Tiada ulasan:
Catat Ulasan